Orang-orang Tafi pada umumnya berasal dari Suku Aifat dan tinggal di Wilayah Maibrat. Dikisahkan pada masa lalu, berjalanlah dua perempuan kakak beradik Rae (Marga) Tafi yang dikenal sebagai Sou Tafi dan Sou Wen untuk mencari ikan dengan cara Balobe. Keduanya berjalan mencari ikan dari Aya (Sungai) Ases ke Aya Matamekek. Sesampainya di Aya Matamekek, kedua perempuan itu berhenti di sebuah pohon yang tumbang sembari berbincang dan menjemur badan mereka. Di tempat itu mereka bertemu dengan seorang lelaki bernama Frahaef yang berasal dari Marga Wen, Suku Abun. Pertemuan ketiganya kemudian berlanjut ke perkawinan dan bersama bermukim di sebuah lereng gunung dekat aliran Aya Matamekek yang sering disebut Ataf Iwas.
Seiring berjalannya waktu, ketiga lelaki perempuan itu berkembang biak dan membentuk 2 (empat) Marga berdasarkan keturunan mereka yaitu: Wen Sakof (termasuk Keturunan Tafi di dalamnya) dan Wen Kuku. Penamaan setelah Marga itu berdasarkan pada persebaran areal cari makan yang kemudian membentuk pemukiman-pemukiman baru. Dari Ataf Iwas sebagai pusat ke sebelah timur di Sakof dan ke sebelah utara di Kuku. Pasca perkembangan Marga-marga Wen melalui keturunan dari Rahim orang Tafi, Marga Wen Sakof memberikan sebagian tanah marganya kepada saudaranya dari keturunan Marga Tafi pada tahun 2014 sebagai bentuk penghormatan kepada dua kakak-beradik yang melahirkan keturunan untuk Marga Wen. Selain kedua marga Wen tersebut adapula beberapa marga Wen lain yang diyakini berasal dari akar leluhur yang sama yaitu Wen Tuak, Wen Irwo, dan Wen Sate yang semuanya memiliki tanah ulayat masing-masing di Kab. Tambrauw.
Keturunan Wen dan Tafi saat itu mencari makan menanam Awiyah, Arsasu, Ketawe, dan Saswati (sejenis umbi-umbian), berburu Fane (Babi) dan Teftiyah, Ames, dsb (Sejenis Kuskus) serta menangkap Ikan Fiyam (Sejenis Lele), Saa (Gabus), Abanai, Souh, dsb. Mereka memiliki konsep kepercayaan yang disebut Siwai (awal) dan Mafif (akhir). Masing-masing Marga memiliki Sorwon yaitu lokasi awal manusia muncul pertama kali dan tempat arwah kembali sementara sebelum adanya Pengadilan Akhir Seluruh Umat Manusia. Hingga kini masih terdapat tradisi menaruh barang-barang anggota marga yang meninggal di lokasi Sorwon masing-masing.
Adapula tradisi tentang inisiasi atau yang disebut Wuon dan Fenia Meruoh. Inisiasi Wuon diperuntukkan bagi anak laki-laki 7 tahun ke atas dipisahkan dari orang tua (lebih dari 1 km) dan dikumpulkan di tempat yang jauh dari pemukiman untuk dilatih oleh orang dewasa (yang telah lulus Wuon) tentang Etika, Interaksi/Pergaulan, Penghormatan ke Alam dan Tuhan, Keterampilan (Berburu, Membuat Rumah, Menyembuhkan Sakit), serta segala hal yang menjadi bekal menuju fase dewasa. Fenia Meruoh diperuntukkan untuk anak perempuan dimulai dari saat haid pertama yang dipisahkan dari orang tua (sekitar 500 meter) untuk diajarkan tentang Etika, Hidup Berumahtangga, Keterampilan (Membantu Kelahiran, Membuat Kerajinan, Memasak, dsb.), dan Penghormatan ke Alam dan Tuhan. Adapula hubungan yang terjalin antara Marga Tafi-dan Marga Wen-dengan Marga-marga lain seperti Kinho, Bame, Baa Sikor, Baa Sakof, Bofra terkait perkawinan, pertukaran kain timur dan hasil kebun, dan pergaulan secara umum.
Interaksi Marga Tafi dan Wen dengan bangsa asing dimulai dari masuknya bangsa Portugis ke wilayah Sayam (Distrik Rombos sekarang) untuk melakukan perdagangan dengan cara barter. Orang portugis mencari rempah-rempah untuk ditukar barang lain seperti Kain Timur, Parang, Kapak, dsb. Saat itu orang-orang dari Marga Tafi dan Wen menukarkan Sabakora (Tembakau), Matiyaf (Cenderawasih), Waf (Kakak Tua), Kos (Nuri), Kulit Rief (Lawang), dan lain-lain. Sekitar tahun 1850an, Belanda masuk dengan membawa tiga hal yaitu Iman melalui Pekabaran Injil, Pendidikan melalui Penyiapan Sekolah Rakyat, dan Kesehatan melalui Penyiapan Tenaga Kesehatan. Maurits Bame adalah orang pertama dari Marga Tafi yang disekolahkan Belanda (SR) setelah lulus Wuon, kemudian dibaptis, dan disekolahkan sampai menjadi Mantri (Tenaga Kesehatan) di Kampung Fef. Bangsa Belanda melalui Pihak Gereja juga membawa beebrapa komoditas baru seperti Kacang Tanah, Kacang Hijau, Kopi, dan Cokelat yang ternyata dapat ditanam dengan baik di Tanah Marga Tafi. Adapun tanaman bumbu dapur yaitu Bawang ditemukan secara tidak sengaja karena jatuh ke tanah dan dapat tumbuh subur di Tanah Marga Tafi.
Sekitar tahun 1960an Marga Tafi beberapa Wilayah Persekutuan Marga seperti Ye Wen, Bame, Kinho, Bafut, dan Bofrei memutuskan untuk membentuk Wilayah Fef, cikal bakal Kampung Fef dengan bersatunya pemukiman persekutuan marga-marga di wilayah Syubun dan Syujak. Pada tahun yang sama, dibangun juga Gereja pertama di Tanah Marga Tafi yang dilanjutkan dengan Pembangunan Lapangan Terbang Perintis sekitar tahun 1970an sebagai akses dari luar ke dalam Kampung Fef. Melalui jalur udara itu, Marga Tafi dapat menjual hasil kebunnya berupa bawang, kacang-kacangan, dan lain-lain ke luar sampai dengan tahun 1980an.
Pada tahun 2011 akses jalan dari ibukota provinsi Sorong ke Tambrauw sudah terbuka sejak pembangunannya pasca mekarnya kabupaten Tambrauw pada tahun 2008. Sejak itu, jalur udara kemudian berganti ke jalur darat meski belum berfungsi penuh untuk menjual komoditas ekonomi. Sejak terbukanya akses, terdapat beberapa pendatang yang masuk ke Tanah Marga Tafi yaitu dari Flores dan Kepulauan Kei sebagai Penginjil di Gereja.
Pada tahun 2014, Kampung Fef mekar menjadi Kampung Ibe di mana Tanah Marga Tafi masuk di dalamnya. Pembangunan Infrastruktur dipimpin oleh PT. Bayaraya Perkasa. Adapun fasilitas listrik masuk ke Kampung sejak tahun 2017. Ketua Marga Tafi saat itu memberikan hak milik atas tanah marga (berbentuk kavling) kepada PT. Bayaraya Perkasa untuk dibuatkan rumah tinggal sebagai bentuk dukungan atas proyek pembangunan di Tanah Marga Tafi. Pada tahun 2018 dilakukan pemetaan partisipatif di Tanah Marga Tafi yang difasilitasi oleh Lembaga Akawuon. Sejak saat itu, Masyarakat Adat Marga Tafi masih menyiapkan segala hal untuk memperoleh pengakuan atas diri mereka dan hak ulayat atas Tanah Marga dan Hutan Adat yang di dalamnya terdapat banyak sekali tempat hidup Burung Cenderawasih yang dilindungi. Sejak tulisan tentang sejarah ini dibuat, Marga Tafi telah menuliskan dan menyepakati Aturan-aturan tentang Pengamanan Tanah Marga serta Pelindungan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam pada tanggal 2 Januari 2020 sebagai bukti komitmen untuk menjaga dan mengelola alam secara lestari. |