Masyarakat adat Ompu duraham Simanjuntak Natumingka merupakan masyarakat adat yang berada di Desa Natumingka, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Masyarakat adat Ompu duraham Simanjuntak Natumingka adalah masyarakat adat yang berada di dataran tinggi Toba Samosir atau sering juga disebut dengan daerah Habinsaran (Matahari terbit). Diperkirakan sejak tahun ±1690an, Ompu Duraham Simanjuntak sudah berada di Huta Simatongtong (Huta Matio). Ompu Duraham Simanjuntak merupakan generasi ke-6 (Enam) dari Raja Marsundung Simanjuntak yang merupakan generasi pertama dari marga Simanjuntak. Raja Marsundung mempunyai 4 (empat) orang anak yaitu, Raja Parsuratan, Raja Mardaup, Raja Sitombuk dan Raja Hutabulu. Raja Hutabulu mempunyai 2 (dua) orang anak yaitu Siraja Odong dan Tumonggo Tua. Tumonggo Tua mempunyai 3 (tiga) orang anak yaitu Bursok Ronggur, Bursok Datu dan Bursok Pati. Sedangkan Bursok Pati mempunyai 7 (tujuh orang anak yaitu Datu Malela, Guru Pallopuk, Guru Sosunggulon, Rimanbalo, Ompu Raum, Guru Somatahur dan Guru Naposo. Datu Malela mempunyai 5 (lima) orang anak yaitu Ompu Duraham, Hualu, Tuan Martahi, Tuan Manjomak dan Puntembang. Cerita Ompu Duraham Simanjuntak berawal dari Balige yaitu di Hutabulu, Ompu Duraham Simanjuntak mempunyai kegemaran berburu, sehingga Ompu Duraham Simanjuntak memutuskan untuk pergi meninggalkan kampung halamannya dari Hutabulu (Balige) ke arah pegunungan Timur Hutabulu yang biasanya disebut dengan daerah Habinsaran. Setibanya Ompu Duraham Simanjuntak di Habinsaran bersama dengan istrinya boru Pakpahan, melihat suatu tempat untuk dijadikan perkampungan, yang diberi nama Simatongtong dan menetap tinggal disana. Setelah berkeluarga, Ompu Duraham Simanjuntak mempunyai 3 (Tiga) orang anak, yaitu Pun Togar I, Ompu Panosor dan Puni Halto. Walaupun sudah mempunyai anak, Ompu Duraham Simanjuntak masih tetap pada kebiasaanya yaitu berburu, pada setiap kegiatan berburunya, selalu membawa benih labu dan padi yang akan ditanami di lokasi perburuannya. Suatu hari dalam perburuannya, Ompu Duraham Simanjuntak melihat lokasi yang cocok untuk ditanami labu dan padi, dan menanami dengan benih yang dibawanya dari rumah. Setelah beberapa minggu ditinggal, Ompu Duraham Simanjuntak saat mengunjungi tempat yang sudah ditanaminya merasa senang karena benih yang ditanaminya, tumbuh dengan subur dan mengutus anaknya yang sulung yaitu Pun Togar untuk merawat tanaman yang sudah ditanaminya itu. Setelah sekian lama disana, Pun Togar membuka perkampungan baru disana, dan menamainya dengan Huta Janji Matogu pada pada tahun ±1715 an. sedangkan dua saudaranya yang lain yaitu Panosor bertempat di Garoga dan Puni Halto bertempat di Aek Kanopan. Setelah Pun Togar membuat perkampungan baru di Huta Janji Matogu dan Pun Togar mempunyai 3 (Tiga) Anak yaitu, Pangadang, Parbekkas dan Datu Purba, kemudian membuka perkampungan di Huta Bagasan pada Tahun ±1740 an. Pangadang mempunyai 3 (Tiga) orang anak yaitu, Pun Togar II, Manorhap, Parhulalan yang tinggal bersama orang tuanya di Huta Bagasan. Lalu Pun Togar II mempunyai 3 (Tiga) orang anak yaitu, Guru Manangkap, Pulando, Tukang Bosi yang menetap di Huta Bagasan. Manorhap mempunyai 7 (Tujuh) Orang anak yaitu, Pangadang, Pupasang, Punian Bosa, Guru Sosunggulon, Pubahara, Rakke Tua, Guru Tauan. Parhulalan mempunyai 2 (Dua) Orang anak yaitu, Pangapo dan Pubalintang yang menetap di Huta Bagasan. Kemudian dari generasi keturunan Pangadang membuka perkampungan baru di Huta Golat pada tahun ±1775. Lalu generasi dari Punian Bosa membuka perkampungan baru di Huta Ginjang sekitar ±1780 an , sedangkan ke 5 (Lima) saudaranya menetap di Huta Bagasan. Kemudian keturunan dari Datu Purba yang bernama Pangaligas memg membuka perkampungan baru di Huta Simpang Tolu sekitar tahun ±1787. Setelah beberapa tahun kemudian keturunan dari yang mendirikan ke 4 (empat) huta tersebut membuat kesepakatan (Mardos tahi) untuk kesatuan huta atau wilayah yang disebut dengan Huta Natumingka sekitar tahun ±1797 an. Huta Natumingka mempunyai arti yaitu, kampung yang bertingkat tingkat (Tikka-tikka). Hal ini dapat dilihat atau dibuktikan dari posisi maupun topografi wilayah adat Huta Natumingka yang berada di pegunungan, dikelilingi oleh lereng yang curam dan lembah yang dalam. Dilihat dari sejarah, masyarakat adat Huta Natumingka sudah ada 13 (Tiga Belas) generasi di Huta Natumingka. Sejarahn menyebutkan sekitar tahun ±1986,perusahaan datang untuk menanami ekaliptus di wilayah adat Huta Natumingka, Huta Janji Matogu yang dulunya adalah Huta yang dibangun oleh Pun Togar I dan dikelilingi oleh tembok-tembok tanah kemudian dihancurkan oleh perusahaan PT. Inti Utama Indorayon (PT.Toba Pulp Lestari). sewaktu penghancuran, banyak ditemukan tulang belulang manusia di bekas perkampungan tersebut. Namun pihak perusahaan masih tetap melakukan kegiatannya tanpa ada pertimbangan dari sisi kemanusiaan. Secara garis besar silsilah masyarakat adat Huta Natumingka dapat digambarkan sebagai berikut: Ompu Duraham mempunyai 3 orang anak yaitu: 1. Pun Togar 2. Panosor 3. Puni Halto Pun Togar mempunyai 3 orang anak yaitu: 1. Pangadang 2. Parbekkas 3. Datu Purba Pangadang mempunyai 3 anak yaitu: 1. Pun Togar 2. Manorhap 3. Parhulalan Ompu Datu Purba mempunyai 1 orang anak yaitu 1. Raja Parluhutan. Raja Parluhutan mempunyai 2 orang anak yaitu 1. Pun Tinalup 2. Pun Sopot Pun Tinalup mempunyai 1 orang anak yaitu 1. pangaligas Pun Togar mempunyai 3 orang anak yaitu: 1. Guru Manangkap 2. Ompu Lando 3. Tukang Bosi Ompu Manorhap mempunyai 7 orang anak, yaitu: 1. Pangadang 2. Pupasang 3. Puniambosa 4. Guru sosunggulon 5. Pubahara 6. Rakke tua 7. Guru tauan |